Langsung ke konten utama

Yuyun dan Kain Tenun dari Ntobo yang Senantiasa Ditenun

Profil Yuyun Ahdiyanti
Yuyun Ahdiyanti. Sumber foto: Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima

Suara klak klik di antara benang-benang tenun, menjadi irama hentakan kayu yang Yuyun Ahdiyanti kenal sejak kecil. Lembar demi lembar aneka corak dan warna kontras nan cerah kain tenun Bima adalah pemandangan akrab yang tertangkap di matanya sejak belia. 

Namun dari waktu ke waktu, semua itu makin sedikit hinggap di indranya. Meski sudah ada pengepul yang datang ke daerahnya untuk membeli hasil kain tenun, tetap saja, tidak membuat para wanita penenun di Ntobo, daerah asal Yuyun, terus menyambung hidup dengan tetap menenun.

Banyak dari mereka sadar realita. Buat apa terus menenun jika hasilnya dibeli dengan harga rendah. Satu demi satu para wanita Ntobo beranjak memilih kegiatan lain yang lebih bisa menghidupkan denyut ekonomi keluarga. 

Yuyun sadar, jika terus demikian, bisa jadi kain-kain tenun Bima hanya akan bisa dilihat anak cucunya di museum sebagai bagian dari sejarah. Orang hanya akan tahu cerita dan bahasa di balik kain tenun Bima tanpa bisa menyandangnya sebagai busana. 

Sedangkan di luar sana, Yuyun tahu, betapa berharganya kain-kain tenun Bima bisa terjual. Sayangnya, nilai tinggi itu tak bisa dinikmati para penenun di daerahnya.

“Kain-kain indah yang dihasilkan para warga justru harus didistribusikan pada pengepul luar. Yang mereka ciptakan keindahan itu hanya mendapat upah rendah. Terjerat dalam lingkaran harga yang dimonopoli serta keterbatasan modal dan akses pasar telah membungkam potensi luar biasa di kelurahan ini,” keluh Yuyun.

Makin hari saat Yuyun memikirkan semua itu, ia merasa sulit untuk diam begitu saja. Yuyun tidak terima kondisi yang ada. Seharusnya, para wanita penenun di Ntobo tetap terus menenun kain tenun Bima yang jadi warisan leluhur sejak dulu kala. Mereka harus mendapat nilai yang sepadan dengan harga jual di luar sana. Sehingga kain tenun Bima senantiasa menjadi warisan budaya tak lekang oleh masa. 

Satu cara yang hinggap di benak Yuyun. Ntobo harus dikenal banyak orang sebagai kampung tenun. Daerahnya harus menjadi magnet yang mengundang banyak orang luar datang dan mengenal proses menenun. 

Suatu ketika tekadnya membulat, ia ingin mengubah Ntobo menjadi pusat penjualan kain tenun yang ada di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.


Ntobo, Daerah Terpinggirkan yang Bersolek Menjadi Penghasil Kain Tenun Bima Terbesar di NTB

Sebelum tahun 2015, bisa dibilang tak banyak orang yang tahu daerah Ntobo. Padahal kelurahan yang menjadi bagian dari Kecamatan Raba ini masih masuk dalam daerah pemerintahan Kota Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Namun meski masuk wilayah Kota Bima, kelurahan yang menurut Yuyun berada di ujung utara kota tersebut, tak membuat Ntobo sering dikunjungi masyarakat luar. Daerah ini jauh dari pusat kota dan tak terjangkau jalan utama lintas provinsi. Yuyun sadar, daerah kelahirannya bukan tempat yang strategis untuk menumbuhkan bisnis.

Ntobo ibarat gadis penuh pesona yang selalu tersembunyi di balik pintu. Ia punya potensi berkilau karena masyarakatnya yang mahir merangkai aneka pola menjadi bentangan-bentangan kain tenun. Sayangnya, para penenun ini memiliki keterbatasan modal untuk membuat tandi, alat untuk menenun, dapat terus bergerak dan bersuara di tiap rumah. 

Galeri UKM Dina yang dikelola Yuyun Ahdiyanti
Para penenun ke Galeri UKM Dina untuk menyerahkan hasil tenunnya. Sumber foto: Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima. 

Lengkaplah sudah kondisi-kondisi tersebut menjadi pintu yang menyembunyikan Ntobo dari dunia luar. Sementara orang yang tahu potensi Ntobo, justru datang dengan membawa rupiah yang tak seberapa, lalu menukarnya dengan lipatan-lipatan kain tenun bernilai jauh lebih tinggi dari lembaran-lembaran uang yang diterima para pengrajin tenun. 

Yuyun prihatin melihat keluarga dan orang-orang di sekitarnya diperlakukan tidak adil. Empat tahun sebelum nama NTB terkenal dengan Mandalika-nya, Yuyun mencoba menarik keluar Ntobo dari persembunyiannya lewat UKM Dina.

Seperti nama Dina yang berarti terang dan cahaya pagi, usaha kecil menengah yang dirintis Yuyun menjadi lambang harapan baru bagi para perempuan pengrajin tenun Bima di Ntobo.

Meski seperti cahaya terang yang datang, nyatanya Yuyun bukanlah ibu peri yang mampu serta merta menyulap Ntobo sebagai desa tenun Bima seperti yang terkenal saat ini. Ia juga menyadari, baik ia dan para wanita penenun di daerahnya sama-sama tak punya modal besar untuk membuat Ntobo bisa menunjukkan potensinya yang asli. 

Modal Yuyun hanya satu, sebuah mimpi yang tulus untuk bisa mengubah nasib seluruh komunitas penenun daerah Ntobo. Ia ingin menghidupkan kembali warisan budaya, mengubah ketidakadilan yang mereka alami sekian tahun lamanya menjadi lebih sejahtera. 

Ada beberapa langkah awal yang dilakukan Yuyun kala itu. Yang pertama, ia bergerak mengambil foto kain-kain tenun milik keluarganya dan mengunggahnya di Facebook. Ia berharap banyak orang terpikat dan membelinya. Sayangnya di awal-awal usaha Yuyun, hanya banyaknya jumlah suka dan pujian yang tertulis di bagian komentar Facebook-nya.

Tak sesuai dengan angan-angannya, Yuyun menambah langkah. Ia beranikan diri mengetuk pintu demi pintu kantor-kantor instansi dengan menawarkan kain tenun. Karena tahu tak semua orang punya uang tunai untuk membeli kain tenun yang dibawanya, Yuyun lalu menjual dengan sistem arisan. 

Nyatanya, langkah Yuyun ini justru di kemudian hari membuatnya bak seorang rentenir yang terus datang menagih utang. Secara berkala Yuyun datang kembali ke kantor-kantor tersebut meminta pembayaran.

“Itu jadi momen yang tidak pernah saya bayangkan, saya harus menagih tiap-tiap kantor kayak debet kolektor,” Yuyun menceritakan kisahnya sambil tertawa mengenangnya.

Besarnya tekad awal Yuyun untuk mengubah nasib para penenun Ntobo membuatnya melakukan usaha-usaha lain. Satu di antaranya adalah mendatangi kantor bank. Kali ini bukan untuk menawarkan kain tenun, tapi untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat atau KUR. 

Langkah ini Yuyun lakukan karena ia tidak tahan dengan monopoli para pengepul luar yang melulu datang ke daerahnya dan membeli murah hasil para pengrajin tenun. Dengan uang hasil KUR, Yuyun menghentikan langkah para pengepul. Ia maju ke para pengrajin tenun. Bukan untuk membeli kain tenun para pengrajin, melainkan memberikan modal usaha khususnya kepada para penenun binaannya.

Awalnya ada 20 penenun yang ia ajak bekerja sama. Setiap penenun ini, ia beri modal satu juta rupiah. Tentunya yang menjadi ganjalan pikiran Yuyun berikutnya adalah bagaimana ia bisa mengembalikan uang pinjaman bank, sementara uang tersebut tidak dipakainya sendiri sebagai modal usaha.

Seiring waktu, kerja keras Yuyun yang gencar melakukan berbagai upaya dan cara, menunjukkan hasilnya. Setelah promosi di media sosial, mengikuti pameran demi pameran, kerja sama dengan akademis dan instansi, akhirnya kain tenun Ntobo bisa dikenal dan terkenal. 

Yuyun Ahdiyanti dan UKM Dina mengikuti pameran
Yuyun memasarkan kain tenun lewat pameran. Sumber foto: Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima

“Mencoba membangun jaringan kepercayaan pada konsumen dengan cara membangun kepercayaan berbasis rekomendasi pelanggan. Pembeli yang puas adalah duta merek sehingga mereka bisa menyebarkan informasi dari mulut ke mulut,” terang Yuyun.

Angka penjualan pun naik melesat. Pundi-pundi rupiah mengalir seiring kain demi kain tenun yang berpindah tangan ke para pembeli. Pada akhirnya, Yuyun mampu mengembalikan modal usaha dari bank. 

Kini, ada sekitar 200 penenun yang menyatukan geraknya dalam UKM Dina dan Yuyun. Mereka inilah yang membuat masyarakat Ntobo terus melakukan Muna Ra Medi, istilah di Bima untuk aktivitas menenun secara turun menurun. Roda perekonomian di Ntobo terus berputar, seiring terus bergeraknya tandi di tangan-tangan para penenun.


Tenun Bima, Sebuah Budaya yang Bukan Kerajinan Tangan Semata

Ada alasan kuat mengapa Yuyun begitu ingin kain tenun Bima tetap bertahan mengiringi masa. Sedari dulu ia sadar, tenun yang menjadi warisan nenek moyangnya bukanlah sebentuk kerajinan tangan semata. 

“Tenun juga bisa menjadi simbol peradaban dan kebanggaan lokal. Tenun adalah bahasa. Di setiap motifnya, ada cerita, doa, juga sejarah,” ungkap Yuyun. 

Faktanya, tenun Bima memang bukan sekedar bentangan kain dengan pola-pola tanpa makna. Ada empat dasar motif dalam tenun dari daerah yang kerap dijuluki Kota Tepian Air ini. Ada motif bunga aruna yang memiliki makna 99 sifat Allah, motif bunga kakando sebagai isyarat kedudukan Tuhan semesta alam yang tertinggi dan teratas, motif bunga samobo yang berarti pengharapan masyarakat, dan motif bunga satoko bermakna harumnya kepribadian seseorang bak setangkai bunga.

Beberapa pewarna alami yang kerap terpulas dalam pintalan benang kain tenun juga memiliki makna filosofis masing-masing. Misalnya biru untuk kedamaian dan keteguhan hati, kuning untuk kejayaan dan kebesaran, hijau perlambang kesuburan dan kemakmuran, serta cokelat yang menandakan kesabaran dan ketabahan para wanita. 

Kain tenun Bima karya pengrajin Ntobo
Beberapa model kain tenun di Galeri UKM Dina. Sumber foto: Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima

Kain tenun Bima juga memiliki perjalanan kisah sejarah yang bermula sebelum abad ke-15. Di masa itu ia telah ada sebagai barang komoditas, berkelana dalam perniagaan hingga Malaka. Kain tenun ini lantas makin berkembang corak dan motifnya sejak putaran waktu yang berjalan dalam masa Kesultanan Bima. 

Tak hanya sekedar lembaran kain, semua makna dan kisah yang mengiringinya, membuat Yuyun membangun tekad besar. Tenun Bima harus terus hidup dan dihidupkan agar pesonanya tidak tersisih oleh kemajuan zaman. 

“Saya punya tekad dan keyakinan tidak ingin tenun hanya jadi pajangan museum. Saya ingin ia tetap hidup, dipakai, dan dibanggakan serta diwariskan,” teguh Yuyun.


Apresiasi SATU Indonesia Awards, Bentuk Penghargaan yang tak Pernah Hinggap dalam Khayalan

Kini, Yuyun bisa merasa lega. Bisa dibilang, apa yang ada saat ini sudah menjadi pencapaian yang ia idamkan sejak lama. Yuyun dan UKM Dina telah menyatukan gerak para penenun untuk terus menggerakkan tandi sebagai bagian dari kegiatan ekonomi. Usahanya telah memberi dampak positif bagi daerah Ntobo dan masyarakatnya. Denyut aktivitas para penenun turut menjadi penjaga warisan budaya Bima. 

Apa yang Yuyun dan UKM Dina lakukan ini sejalan dengan semangat Satukan Gerak Terus Berdampak dari Astra yang membawa harapan baru bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Ntobo. Hal yang tak pernah ia sangka dan bayangkan, Yuyun dan UKM yang dirintisnya bisa mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2024 di bidang Kewirausahaan. 

Apresiasi Astra SATU Indonesia Awards
Momen saat pemberian penghargaan SATU Indonesia Awards. Sumber foto: Instagram @kaentenunbima

Yuyun masih mengingat jelas bagaimana proses awal saat seleksi penghargaan SATU Indonesia Awards. Mulai dari pendaftaran, ketatnya seleksi dari beberapa dewan juri, serta proses penilaian yang didasarkan pada beberapa kriteria seperti ada tidaknya dampak yang berkelanjutan serta orisinalitasnya.

Penghargaan yang diraihnya dari Astra tersebut membuatnya tak henti berpacu. Yuyun dan UKM Dina terus mengembangkan inovasi dan kreativitas dalam menciptakan motif-motif baru dan warna yang tidak monoton untuk kain tenun Bima sehingga bisa terus diminati oleh para konsumen. Selain itu, penghargaan tersebut juga dianggapnya menjadi simbol identitas UKM yang berkarakter dan inovatif di mata konsumen.

Penghargaan itupun melampaui harapan akan pencapaian yang telah ia raih hingga kini. “Saya niatnya hanya mencoba dan hanya ingin memperkenalkan kelurahan saya kepada masyarakat luas yang ada di Indonesia dan yang ada di mancanegara.”

Rencana ke depan, Yuyuk ingin mencoba membuka peluang bermitra atau berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti akademis, pemerintah daerah di luar Nusa Tenggara Barat, komunitas ekspor dan impor, serta pemerintah pusat. 

Ya, Indonesia butuh banyak orang seperti Yuyun Ahdiyanti, srikandi asal Ntobo yang selalu tetap bersemangat. Pantang untuk patah bermimpi. 

“Karena apa yang kita impikan jika kita tulus insyaAllah agar berhasil,” demikian keyakinan yang selalu ada di benak Yuyun.

Terus maju ya Yun! Karena bersama gerakmu, ada para penenun yang ikut melangkah untuk terus berkarya, menjadi pejuang ekonomi keluarga, sambil menjaga warisan budaya.



Sumber referensi:

- Hasil Zoom Yuyun Ahdiyanti dengan GNFI pada tanggal 25 Oktober 2025

- Facebook Yuyun Kaen Tenun Bima

- Instagram @kaentenunbima

- Facebook Diskominfotik Kota Bima

- Artikel https://www.tempo.co/info-tempo/yuyun-ahdiyanti-yang-sukses-membawa-ntobo-menjadi-kampung-tenun-2035754

- Artikel https://fitinline.com/article/read/makna-filosofis-dibalik-motif-kain-tenun-bima/#:~:text=Setiap%20warna%20yang%20digunakan%20dalam,kaum%20perempuan%20dalam%20menjalankan%20tugas



#kabarbaiksatuindonesia


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Semangat Elsa Maharrani Menjadikan Masa Depan Sebagai Sesuatu yang Mudah Diraih

Mendirikan usaha di bulan Februari 2019. Setahun kemudian pandemi Covid-19 menerjang Indonesia. Tapi yang unik, bisnisnya justru meraih keuntungan meningkat tiga kali lipat. Kini, bisnis tersebut makin tumbuh dan berkembang serta menjadi tempat bergantungnya mata pencaharian banyak orang. Itulah gambaran kesimpulan yang saya lihat dari bisnis Maharrani, sebuah brand fashion asli Indonesia yang berpusat di Kota Padang, Sumatera Barat. Di balik bisnis tersebut, ada banyak cerita inspiratif dari Elsa Maharrani sebagai pemiliknya serta tim Maharrani yang membuat usaha ini jadi tumbuh dengan melesat. Nah kali ini, saya ingin berbagi beberapa poin istimewa dari kisah hidup Elsa Maharrani serta bisnisnya yang barangkali dapat menjadi inspirasi positif bagi kita semua. Terutama, nilai moral yang bisa kita petik untuk modal meraih masa depan yang lebih baik dan memungkinkan untuk diraih. Dalam perjalanan hidupnya, Elsa dan Maharrani telah menorehkan kisah inspiratif yang membawa perubah...

Tips Produktif Saat Minim Motivasi

Terkadang kita merasa tidak bisa melakukan apapun karena sedang tidak punya motivasi. Wah, kalau seperti itu gawat dong! Trus kapan bergeraknya kalau harus selalu menunggu si motivasi ini datang? Padahal nyatanya, motivasi itu adalah hasil dari proses yang dilakukan setiap orang. Bukan keajaiban. Bukan sesuatu yang muncul dari luar lalu menggerakkan diri kita. Juga bukan syarat dari sebuah kesuksesan. Nah dari buku The Motivation Myth, ada tips untuk kita semua agar bisa selalu produktif di hari kerja meski kita sedang minim motivasi. 1. Raih keberhasilan kecil di setiap harinya Agar kita bisa terus termotivasi, cobalah raih kesuksesan kecil setiap harinya. Jika ini dilakukan secara konsisten, maka otak kita pun jadi menyimpan memori bahwa kita sering mendapat kesuksesan. Tentunya untuk bisa mendapatkan kesuksesan-kesuksesan kecil ini, kita harus rajin memulainya sendiri terlebih dahulu. Jadi di situlah tantanganya. Buatlah awal langkah pertama terlebih dahulu sebagai tar...

Ikutan Kelas Coding Pertama

Akhirnya... ada juga kesempatan buat ikutan kelas coding.